Memandang Layar

need to be written

Rabu, 26 Januari 2011

Sesak Nafas



Hari ini aku sesak nafas. Dadaku berat sekali hingga tak bisa berbuat apa-apa kecuali menghela nafas panjang dan berdoa untuk nafas selanjutnya. Sampai malam, aku memutuskan bertemu seseorang. Seorang teman, yang sesak nafasnya pernah ku dengar ceritanya atau paling tidak pernah coba ku mengerti.

Aku bercerita panjang tentang sesak nafasku dan mengapa dadaku sangat bermasalah akhir-akhir ini hingga tak bisa melakukan apa-apa. Jujur, aku mengharap simpati. Sesalah apapun aku atas penyebab sesak nafas itu, aku berharap mendapat simpati. Namun, ia hanya menghardikku. Sangat masuk akal semua yang ia katakan. Tak sepatah pun bisa kusangga. Benar, aku tak menyiapkan oksigen untuk hidungku karena sibuk mempertanyakan semuanya. Tapi lagi-lagi, aku merasa masih punya rasa. Tadinya aku ingin menumpahkan nafasku dalam bentuk bulir-bulir air. Berharap ia memaklumi. Tapi tidak, kata-katanya menghentikanku. Hanya cerita soal sesak nafas yang keluar dari mulutku.

Ketika jalan pulang. Aku berpikir panjang. Bahkan tempat istimewa sebagai teman itu tak lagi aku punyai, aku terima. Kalau sakit ini satu-satunya yang bisa membuatku bernafas walau mengeluarkan api, ku telan mentah-mentah. Apapun itu.

KU sadari, sesak nafas itu tak berhenti hari ini. Dan

Aku siap. Melangkah. Sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar